Pro Kontra Aturan Praperadilan di RKUHAP, Kepastian atau Celah Bagi Tersangka?

3 hari yang lalu 4
ARTICLE AD BOX
 Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTOIlustrasi sidang praperadilan. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini menuangkan aturan baru terkait praperadilan. Salah satunya yang diatur adalah pokok perkara baru bisa disidangkan ketika praperadilan rampung.

Dengan demikian, maka sidang pokok perkara harus menunggu sidang praperadilan rampung terlebih dahulu. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 154 huruf d, yang berbunyi:

"Selama pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c belum selesai maka pemeriksaan pokok perkara di pengadilan tidak dapat diselenggarakan."

Aturan ini kemudian banyak disoroti karena dinilai dapat dijadikan alat oleh para tersangka untuk mengulur waktu proses hukumnya. Seperti halnya yang diungkap Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.

"Aturan ini bisa saja dimanfaatkan oleh pelaku dengan cara tidak dengan segera mengajukan permohonan praperadilan karena pemeriksaan pokok perkara tidak lagi secara otomatis menggugurkan hak mengajukan praperadilan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP existing yang selama ini mau tidak mau mendorong pemohon praperadilan untuk segera mengajukan praperadilan sebelum pemeriksaan perkara pokok," demikian keterangan mereka, dikutip Kamis (24/7).

Mereka mengakui, sebenarnya ada sisi positif dari aturan baru ini: Tersangka bisa mendapatkan kepastian jaminan hak atas proses hukum yang adil. Namun, di lain sisi, aturan ini tak sejalan dengan asas peradilan yang ada.

"Hambatan prosedural seperti potensi penyalahgunaan praperadilan semestinya tidak menjadi penghalang dalam proses perampasan aset dan penuntasan perkara. Penundaan pemeriksaan terhadap pokok perkara karena menunggu hasil pemeriksaan sidang praperadilan juga tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, se...

Baca Selengkapnya