Polemik 'Pemerkosaan Massal Mei 1998' dalam Penulisan Ulang Sejarah

1 minggu yang lalu 9
ARTICLE AD BOX
 ShutterstockIlustrasi pemerkosaan. Sperma pada tubuh Vina berujung pada dakwaan pemerkosaan. Foto: Shutterstock

Menteri Kebudayaan Fadli Zon kembali berbicara soal kerusuhan Mei 1998, kali ini, ia mengangkat soal istilah "perkosaan massal" yang menurutnya hingga saat ini masih bisa diperdebatkan. Ia menilai penggunaan istilah tersebut perlu kehati-hatian karena tidak disertai data kuat seperti nama korban, waktu, tempat kejadian, atau pelaku dalam laporan TGPF.

Meski telah menjelaskan bahwa ia tak menegasikan keberadaan kekerasan seksual pada masa itu, tetapi komentarnya telanjur menuai perdebatan.

Lalu, seperti apa pandangan berbagai pihak terkait hal tersebut? Berikut kumparan rangkum.

Sikap Komnas Perempuan: Penyintas Sudah Terlalu Lama Memikul Beban dalam Diam

Komnas Perempuan menilai sikap tersebut menyakitkan bagi para penyintas dan merupakan bentuk kekerasan yang berulang.

“Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, dalam keterangannya, Senin (16/6).

 Twitter/@komnasperempuanKantor Komnas Perempuan. Foto: Twitter/@komnasperempuan

Komnas Perempuan mengingatkan bahwa laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat terdapat 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan, dalam kerusuhan Mei 1998. Laporan itu menjadi dasar pengakuan resmi negara atas peristiwa tersebut dan melahirkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 yang menetapkan pembentukan Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan mengingatkan dokumen TGPF adalah produk re...

Baca Selengkapnya