Menapak Jejak Nabi, Menyusuri Jalan Hati

3 minggu yang lalu 12
ARTICLE AD BOX
 Dok. IstimewaBersama rombongan Milli Gorus, kami melakukan napak tilas sejarah. Foto: Dok. Istimewa

Bersama rombongan Millî Görüş, kami tidak hanya melaksanakan haji, tapi juga menapak tilas sejarah. Tradisi Turki Usmani benar-benar hidup dalam perjalanan kami. Setiap tempat bersejarah kami kunjungi dengan penuh hormat dan ketakziman. Kami mendaki Gua Hira, tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama.

Kami mendatangi Gua Tsur, tempat beliau bersembunyi bersama Abu Bakar saat hijrah. Kami mengunjungi tempat bersejarah Perjanjian Hudaibiyah, Masjid Dua Qiblat atau Qiblatain, Masjid Khandaq dan masjid-masjid lainnya hingga stasiun kereta api masa lalu yang dibangun Kekhalifahan Turki Usmani, yang dulu menghubungkan Madinah hingga ke Istanbul.

Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sejarah Islam yang selama ini hanya saya baca di buku, kini hadir nyata dalam debu, batu, dan udara yang saya hirup. Ini bukan sekadar ibadah haji. Ini adalah pengalaman historis dan spiritual yang menyentuh dua dimensi sekaligus: ainul yakin dan haqqul yakin—melihat dengan mata kepala sendiri dan meyakini sepenuh jiwa.

Meski fisik kami merasa letik namun jiwa dan semangat kami segar. Saat kami pulang ke Belanda, saya dan istri tahu bahwa diri kami tak lagi sama. Perjalanan ini mengubah cara kami memandang hidup, mempertebal keyakinan, dan memperhalus batin. Kami kembali ke tanah Eropa dengan hati yang mengarah ke Baitullah. Membersamai para peziarah dari penjuru dunia, kami belajar bahwa Islam bukan hanya agama yang saya warisi, tetapi jalan hidup yang harus terus saya hayati dan perjuangkan. Di atas bus Turki yang penuh air mata, di hadapan Ka’bah yang diam-diam bicara, dan di stasiun tua yang ditinggal masa, saya menemukan bahwa ibadah itu bukan soal ritual se...

Baca Selengkapnya