Komisi II Jelaskan Kendala Eksekusi Putusan MK soal Pisah Pemilu Nasional-Lokal

5 jam yang lalu 1
ARTICLE AD BOX
Politisi Demokrat Dede Yusuf saat diwawancarai wartawan di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jumat (14/2/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanPolitisi Demokrat Dede Yusuf saat diwawancarai wartawan di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jumat (14/2/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Mahkamah Konstitusi memerintahkan agar ada pemisahan dalam pelaksaan Pemilu di Indonesia mulai 2029. Nantinya, akan ada dua jenis Pemilu yakni nasional dan lokal.

Pemilu nasional meliputi Pileg DPR, DPD dan Pilpres. Sedangkan Pemilu daerah/lokal meliputi Pileg DPRD provinsi, kabupaten/kota dan Pilkada.

Namun, Pemilu lokal baru digelar paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah anggota DPR, DPD atau presiden dan wakil presiden dilantik.

Menurut Undang-undang, putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya, DPR wajib menjalankan putusan MK dan harus segera mengubah UU Pemilu dan Pilkada.

Komisi II DPR merupakan mitra kerja dari penyelenggara Pemilu sekaligus pihak yang berwenang dalam menyusun UU terkait kepemiluan. Namun, Komisi II dalam kasus ini tidak langsung mematuhi putusan MK.

Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf Macan membeberkan alasan mengapa pihaknya tidak langsung mematuhi putusan MK. Menurutnya, sebenarnya tidak ada masalah bagi Komisi II untuk langsung mengubah UU Pemilu hingga Pilkada.

"Jadi, saat ini kami akan merespons bagaimana tanggapan kawan-kawan anggota Komisi II. Kami pada prinsipnya siap-siap saja ya (mengubah), tetapi kita juga harus melihat dari berbagai undang-undang lain yang harus terevisi karena konteks keputusan yang terkait ini," kata Dede kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/6).

Politikus Demokrat ini menjelaskan, putusan MK yang merombak sistem kepe...

Baca Selengkapnya