ARTICLE AD BOX

Presiden Prabowo Subianto memandang penting sebuah negara memiliki kebijakan dan filosofi ekonomi sendiri. Sebab, tanpa filosofi ekonomi, kekayaan negara tidak dapat dikelola dengan baik.
Hal ini juga yang menjadi masalah di negara-negara Asia Tenggara. Meski, kawasan ini kaya dengan sumber daya, negara-negara ini cenderung ikut kekuatan besar dunia.
“Salah satu kesalahan besar negara-negara di Asia Tenggara adalah kita terlalu sering mengikuti kekuatan besar dunia begitu saja,” ujar Prabowo saat memberikan pidato pada acara St Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia pada Jumat (20/6).
Prabowo menilai, selama kurun tiga dekade terakhir, tak ada kejelasan tentang filosofi ekonomi. Sehingga, meskipun ada pertumbuhan, cenderung hanya untuk segelintir orang saja.
“Selama tujuh tahun terakhir kita tumbuh rata-rata 5 persen, sekitar 35 persen total, tapi kita belum berhasil menciptakan efek sebar kekayaan (trickle-down effect). Kekayaan tetap terkonsentrasi di atas, di bawah 1 persen penduduk. Ini bukan formula untuk keberhasilan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Prabowo lantas menegaskan bahwa setiap negara harus punya filosofi ekonomi sesuai sejarah bangsanya. Untuk Indonesia, Prabowo menilai, jalan tengah antara sosialisme dan kapitalisme.
“Sosialisme murni terbukti tidak berhasil, karena terlalu utopis, banyak contoh di mana orang tidak termotivasi untuk bekerja. Kapitalisme murni menghasilkan ketimpangan, hanya sebagian kecil yang menikmati hasil kekayaan,” tutup Prabowo.