ARTICLE AD BOX

Sejumlah pemilik kafe belakangan dirundung kekhawatiran memutar lagu di tempat usahanya. Terlebih setelah melihat salah satu tempat usaha harus berhadapan dengan hukum lantaran tak membayar royalti.
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menyadari adanya fenomena tersebut. Dharma menilai, ketakutan tersebut berawal dari pemahaman yang keliru terkait penggunaan suatu karya cipta.
"Saya harus sampaikan bahwa ada pemahaman yang keliru terhadap penggunaan karya cipta lagu maupun musik yang digunakan di kafe atau hotel dan restoran," ungkap Dharma kepada kumparan, Jumat (1/8).

Dharma menekankan bahwa Undang-undang telah menyatakan bahwa sebuah karya cita lagu ataupun musik yang digunakan di ruang-ruang publik dan memberikan dampak ekonomi bagi penyelenggara atau pemilik tempat tersebut, wajib mendapatkan izin dari pemilik hak cipta lagu maupun musik atau hak terkait.
Besaran tarif yang dibebankan kepada pengguna lagu juga sudah diatur dan dikomunikasikan dengan semua asosiasi yang berkaitan.
"Ada 14 subsektor di dalamnya termasuk PHRI (Perhimpunan Hotel Restoran Republik Indonesia). Bahkan disepakati sampai ke hotel-hotel," kata Dharma.
"Konsep yang ditawarkan dari PHRI itulah yang diakomodir menjadi ketentuan menteri khusus perhotelan Nah, untuk restoran pun dibicarakan bersama-sama," tambahnya.