ARTICLE AD BOX

Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, meminta pemerintah untuk tidak gegabah menyalahkan maraknya praktik pencampuran beras atau yang kini ramai disebut sebagai “beras oplosan”. Menurutnya, pencampuran beras tidak serta-merta merupakan tindakan curang atau melanggar hukum.
Praktik mencampur beras dinilai Sutarto sebagai bagian dari realitas industri, bukan semata-mata tindakan manipulatif. Ia menilai istilah "oplosan" telah keburu diberi konotasi negatif, padahal tidak semua pencampuran bertujuan merugikan konsumen.
“Oplosan beras itu nampaknya diartikan pasti jelek, ya. Padahal sebenarnya oplosan itu kan 'pencampuran'. Dicampur itu ada yang memang tujuannya baik, ada yang memang mungkin tujuannya jelek,” jelas Sutarto saat dihubungi kumparan, Sabtu (19/7).
Ia menjelaskan pencampuran beras adalah praktik yang lazim di industri penggilingan karena sejak lama petani menanam berbagai varietas padi dalam satu wilayah. Hal ini membuat proses pemisahan varietas secara ketat menjadi sulit dilakukan saat penggilingan.
“Misalnya di satu desa atau satu kecamatan itu semua sama nanam, misalnya IR64 semua IR64, satu Cianjur semua Cianjur gitu enggak. Jadi ada yang nanem IR64, ada yang nanem Inpari 32, ada yang nanem Legowo. Jadi macam-macam,” ujarnya.
Dalam proses penggilingan, beras dipisahkan menjadi beberapa kategori seperti beras kepala (beras utuh)...