ARTICLE AD BOX

Sekitar 25 siswa SDIT Ibnul Jazari di Babelan, Kabupaten Bekasi mengikuti ekstrakurikuler renang pada Senin (11/8). Kegiatan yang seharusnya menyenangkan itu berubah tragis saat 2 dari mereka tenggelam lalu tewas, sekitar pukul 14.30 WIB.
Para siswa itu diawasi 2 orang, 1 bertindak sebagai pelatih dan 1 bertindak sebagai koordinator. Saat 2 siswa tenggelam, mereka tengah mengurus siswa yang lain.
Menurut Ahli Renang dari Pengurus Besar Akuatik Indonesia, Albert C. Susanto, seharusnya 2 orang yang mendapat pengawasan khusus oleh 1 orang instruktur.
“Seandainya belum (bisa berenang), maka guru atau instruktur wajib menerapkan kuota pengawasan bagi anak didiknya, 2 banding 1 untuk yang belum bisa berenang dan 4 banding 1 untuk yang sudah bisa berenang, namun belum menguasai teknik water trappen dengan baik, sehingga semua anak didik mampu diawasi,” jelasnya kepada kumparan pada Rabu (13/8).
Maka, menurut Albert, hal pertama yang harus diketahui oleh pelatih renang adalah batas kemampuan dari peserta latihan.
“Pertama-tama, yang harus diketahui seorang guru atau instruktur adalah mengidentifikasi kemampuan anak didiknya apakah tergolong sudah memiliki kemampuan self water safety atau belum,” ucap Albert.
Ada juga sebuah standar operasional prosedur (SOP) dari seorang pelatih renang tingkat SD. Berikut kriterianya:
Memiliki kemampuan berenang dengan baik;
Memastikan jumlah kuota pengawasan antara anak didik dan guru/pengawas;
Memastikan adanya life guard di area kolam untuk tambahan safety; dan
Memberikan arahan untuk tidak bermain sendiri saat berlatih.