ARTICLE AD BOX

Presiden Prabowo Subianto menargetkan penerimaan pajak yang ambisius di 2025 yakni mencapai Rp 2.189 triliun. Salah satu langkah strategis yang tengah difinalisasi adalah penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant online.
Langkah ini diambil bukan sekadar untuk menyederhanakan pemungutan pajak, tetapi juga untuk menutup celah shadow economy, terutama dari pelaku usaha yang selama ini tidak tercatat dalam sistem perpajakan. DJP menilai ekonomi digital yang tumbuh cepat menyimpan potensi penerimaan besar, namun belum tergarap maksimal akibat minimnya pengawasan langsung.
“Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6).
Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan PPh sebesar Rp 1.209,2 triliun, naik 13,8 persen dibanding outlook 2024. Kontributor terbesarnya berasal dari PPh nonmigas yang diperkirakan mencapai Rp 1.146,4 triliun. Untuk mencapainya, pemerintah mendorong keberlanjutan reformasi perpajakan, termasuk di sektor digital.
Kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh ini, menurut DJP, bukanlah pengenaan pajak baru. Marketplace hanya akan menggantikan mekanisme pembayaran mandiri yang selama ini dilakukan sendiri oleh pedagang online.
Dengan sistem baru, pemungutan dilakukan secara otomatis saat transaksi terjadi. Pem...