ARTICLE AD BOX

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan komitmennya dalam mengelola dampak konsumsi rokok di masyarakat. Salah satunya melalui kebijakan pengenaan pajak rokok.
Pajak rokok merupakan salah satu jenis pajak provinsi yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Kebijakan ini tidak hanya berperan sebagai instrumen fiskal, tetapi juga sebagai upaya strategis untuk menyeimbangkan antara penerimaan daerah dan perlindungan kesehatan publik.
Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10 persen dari nilai cukai rokok yang telah dikenakan oleh pemerintah pusat. Artinya, apabila cukai atas rokok senilai Rp 30 ribu, maka pajak rokok yang dipungut oleh pemerintah daerah adalah sebesar Rp 3.000.
Objek pajak rokok ini meliputi konsumsi produk rokok seperti sigaret, cerutu, rokok daun, dan bentuk rokok lainnya yang dikenakan cukai. Subjek pajaknya adalah konsumen rokok, sementara wajib pajak rokok mencakup pengusaha pabrik atau produsen rokok serta importir yang memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Pemungutan pajak rokok dilakukan oleh pemerintah pusat dan dibagi hasilnya dengan pemerintah daerah, termasuk Pemprov DKI Jakarta. Sistem ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah, yang selanjutnya dimanfaatkan untuk mendukung program-program pelayanan publik.
Pajak Rokok sebagai Instrumen Kesehatan Publik
Tak sekadar sumber penerimaan daerah, pajak rokok memiliki nilai stra...