TII Soroti Proses Revisi KUHAP: Konsultasinya Unik, Prosesnya Tambal Sulam

6 jam yang lalu 2
ARTICLE AD BOX
Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Sahel Alhabsyi dan Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Febby Mutiara Nelson dalam acara diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (22/7/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparanPeneliti Transparency International Indonesia (TII) Sahel Alhabsyi dan Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Febby Mutiara Nelson dalam acara diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (22/7/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Alhabsyi, menyebut bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang mesti diperbarui. Namun, ia mengkritik proses pembentukannya yang dinilai hanya tambal sulam.

Hal itu disampaikan Sahel dalam acara diskusi bertajuk 'Menakar Dampak RUU Hukum Acara Pidana bagi Pemberantasan Korupsi', di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (22/7).

"Kita harus menyadari bahwa tidak ada yang mengatakan KUHAP tidak perlu diperbarui. Semua sepakat bahwa KUHAP, hukum acara pidana itu perlu diperbarui," ujar Sahel.

"Nah, di mana persoalannya? Sebenarnya persoalan bukan persoalan baru, persoalan klasik. Persoalannya ada dalam cara pembentuk undang-undang bekerja," jelas dia.

Sahel kemudian menyinggung bahwa TII selaku civil organization society (CSO) tidak ikut dilibatkan dalam pembahasan revisi KUHAP. Ia pun menyinggung proses konsultasi dengan tim ahli yang dinilainya 'unik'. Salah satunya, pelibatan ahli yang tambal sulam.

"Proses konsultasinya unik. Draf utuh tidak diberikan, hanya pasal tertentu yang ingin dikonsultasikan yang di-screenshot lalu dikirim kepada ahli, lalu ditanya pendapatnya," tutur dia.

"Loh, kok prosesnya tambal sulam, kok pelibatan ahli [seperti] tambal sulam," sambungnya.

Sahel pun menilai bahwa pembahasan dalam aturan ...

Baca Selengkapnya