Pajak Media Sosial Dinilai Mendesak: Makin Banyak Afiliator

9 jam yang lalu 1
ARTICLE AD BOX
 ShutterstockIlustrasi media sosial. Foto: Shutterstock

Rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerapkan pungutan pajak atas aktivitas di media sosial (medsos) dinilai mendesak untuk mencegah kegiatan shadow economy alias ekonomi yang tidak tercatat oleh pemerintah.

Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan ekonomi Indonesia terus mengalami digitalisasi. Berdasarkan studi Temasek dan Bain (2024), GMV ekonomi digital di Indonesia meningkat 104,55 persen dalam 5 tahun terakhir, sedangkan dari tahun 2023 ke 2024 meningkat 12,5 persen.

Imbas dari digitalisasi ekonomi yang terus terjadi dalam waktu yang cepat, Fajry menyebutkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu perlu beradaptasi dengan perubahan tersebut.

"Digitalisasi ekonomi erat kaitannya dengan shadow economy dan menjadikan pelaku usaha sulit diawasi. Apalagi saat ini marak usaha affiliator melalui media sosial," kata Fajry saat dihubungi kumparan, Rabu (15/7).

Fajry menuturkan, otoritas pajak perlu cara untuk memastikan para pelaku usaha yang menggunakan media sosial dapat patuh dengan ketentuan perpajakan yang ada, salah satunya menggunakan data analitik.

Hal ini, menurut dia, juga selaras dengan kebijakan perpajakan terbaru sebelumnya yakni menjadikan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap toko online.

Namun agar kebijakan ini berkeadilan, pemerintah perlu memastikan kepatuhan para pelaku usaha yang menggunakan media sosial sehingga tidak akan mematikan sektor kreatif.

"Hal tersebut sebenarnya hanya untuk memastikan kepatuhan perpajakan pelaku usaha yang menggunakan platform media sosial, dan hal tersebut sepengetahuan saya tidak membutuhkan regulasi baru le...

Baca Selengkapnya