Menulis Ulang Dunia: Pendidikan Tinggi sebagai Ruang Suara Perempuan

2 minggu yang lalu 7
ARTICLE AD BOX
 FreepikSumber: Freepik
“Kalau mau berbuat baik jangan setengah-setengah. Gak usah izin-izin bakal pulang telat. Ikutin tuh aturan jam malam. Lagian, ngapain perempuan punya kegiatan di luar sampai tengah malam?”
“Kenapa kamu pengin banget jadi wanita karier? Bukannya nanti kalau kamu nikah, hidup kamu bakal ditanggung sepenuhnya sama suami?”
“Kamu (sebagai perempuan) emang boleh sih punya konsep dream wedding yang sangat sederhana dan privat, tapi kamu juga harus patuh sama standar pernikahan di masyarakat. Ini menyangkut harga diri keluarga kamu juga lho!”
“Ya elah, tinggalin aja sih, susah amat. Cowok yang bikin kamu bingung, gak mau-mau banget sama kamu!”

Itulah beberapa hal yang pernah diungkapkan orang-orang kepada saya. Mereka seperti mengabaikan apabila saya sebagai perempuan juga memiliki otonomi atas kehidupan saya sendiri dan juga kompleksitas kehidupan. Semua perempuan memiliki otonomi dan kompleksitas kehidupannya masing-masing yang ironisnya, jarang sekali divalidasi, sering dianggap aneh, dan diremehkan.

Saya, yang dapat dikatakan merupakan perempuan modern dan berkecukupan, mendapatkan ujaran-ujaran “hanya sebatas” itu, bagaimana dengan perempuan-perempuan lain yang tidak seberuntung saya dan mendapatkan penindasan tambahan karena interseksionalitasnya?

Oleh karena itu, perlu adanya keberanian dan perjuangan para perempuan untuk menyuarakan berbagai pengalaman unik mereka. Berpendidikan tinggi merupakan sebuah cara agar perempuan bisa lebih percaya diri ketika bersuara, melatih intelektualitasnya untuk mengkritisi sistem yang ada, dan dapat masuk ke dalam sistem suatu negara lalu mengubahnya menjadi lebih inklusif dan berpihak pada perempuan.

Dalam dunia yang patriarki ini, suara perempuan sering ...

Baca Selengkapnya