Madinah, Kedamaian yang Menyembuhkan

2 minggu yang lalu 9
ARTICLE AD BOX
 Dok. IstimewaFoto saat di Madinah. Foto: Dok. Istimewa

Usai rangkaian ibadah haji yang melelahkan jiwa dan raga, tibalah kami menuju Madinah—kota penuh kedamaian yang menjadi tempat istirahat Nabi terakhir, dan tempat kami menambatkan hati di ujung perjalanan spiritual ini.

Perjalanan dari Makkah ke Madinah tidak mudah karena pergerakan jemaah yang cukup masif sehingga jalanan padat merayap. Waktu salat sering tiba saat kami masih dalam kendaraan sehingga sulit mencari tempat wudu, apalagi air yang layak dengan antrean yang luar biasa. Saya memilih bertayamum—menepuk debu bersih pada bagian dalam kendaraan, agar tak satu pun salat terlewatkan. Hal ini bukan tentang sempurnanya gerakan, tapi tentang upaya menjaga hubungan kepada-Nya meski dalam situasi yang sulit sekalipun. Singkatnya kami bertayamum, berqashar, dan menunaikan salat sambil duduk—dengan hati yang tetap bersujud sepenuhnya.

Begitu tiba di Madinah, suasana langsung terasa berbeda karena udara lebih bersahabat, langit lebih sejuk, dan hati terasa ringan. Kami menginap di kawasan rombongan Eropa, jauh dari keramaian jemaah Indonesia. Tapi justru itu membawa keheningan yang dalam, seolah menjadi undangan untuk kontemplasi lebih khusyuk di Masjid Nabawi.

Masjid Nabawi sungguh luar biasa. Keindahannya tak hanya pada bentuk fisiknya yang megah—tetapi pada ruh yang terasa begitu hidup di dalamnya. Setiap langkah terasa sakral dan setiap rakaat terasa penuh makna. Saya menerawang saat Rasulullah mengajar, salat, bercanda dengan para sahabat, dan akhirnya beristirahat untuk selamanya.

 Dok. IstimewaFoto saat di Madinah. Foto: Dok. Istimewa

Saya dan istri duduk lama setela...

Baca Selengkapnya