ARTICLE AD BOX

Di usianya yang sudah cukup senja, 75 tahun, nenek Surati masih harus bekerja keras untuk menyambung hidup. Kesehariannya nenek Surati berjualan nasi lodeh di depan kediamannya. Status sebagai seorang janda veteran perang kemerdekaan Republik Indonesia tak serta merta menjadi jaminan bagi nenek Surati bisa hidup nyaman di masa tuanya.
Nenek Surati adalah janda dari mendiang
Kapten Soekirdanalie, veteran yang menjadi anggota TKR-BKR (Angkatan Bersenjata sebelum TNI) di kota Surabaya. Kala itu pada tahun 1945, Soekirdanalie bertempur melawan NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang datang membonceng pasukan Sekutu. Kebanyakan pasukan Sekutu terdiri dari tentara Gurkha India dan Nepal.
"Suami saya pernah terlibat perang di kawasan Siola waktu itu," tutur nenek Surati saat dijumpai Basra disela gelaran bakti sosial di Graha Tumbal Bela Negara Surabaya, (18/8).
Nenek Surati melanjutkan, karena terlibat perang itulah sang suami harus mengalami cacat di bagian kaki dan penglihatan yang memudar.
"Kena lemparan bom molotov. Kalau suami saya tidak cerita saya tidak akan tahu penyebab dia mengalami cacat di kaki dan kondisi mata yang susah melihat," kisahnya.
Pada 2001 suami nenek Surati tutup usia dengan pangkat terakhir sebagai Kapten TNI AD, sebuah pangkat yang cukup tinggi. Sayangnya pangkat yang disandang sang suami tak berimbas pada kehidupan nenek Surati dan keempat anaknya. Nenek Surati masih harus bekerja keras demi menyambung hidup.
"Saya jualan nasi lodeh di depan Asrama Korps Veteran Cacat Surabaya. Saya jualan dari pagi jam 6an sampai sore jam 3an," imbuhnya.
Ya, nenek Surati memang tinggal di asrama tersebut. Pada 2015 silam nenek Surati mendapatkan sebu...