ARTICLE AD BOX

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti mengusulkan agar revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) turut mengatur bahwa penjemputan paksa terhadap warga sipil, termasuk mahasiswa, hanya boleh dilakukan setelah mendapat izin dari pengadilan.
Usulan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (18/6).
“Lalu di ayat 3-nya, tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Ketua PN setempat. Mungkin dalam praktiknya sedikit kesulitan, Pak. Karena mungkin terlalu lama dari segi administrasi tapi kami juga melihat dari segi hak kami atau hak warga negara, ataupun hak saksi ataupun tersangkanya,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Relasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen, di hadapan para anggota dewan.
Wildan menekankan, permintaan izin pengadilan diperlukan untuk menghindari tindakan represif aparat terhadap mahasiswa yang seringkali terjadi di luar jam kerja dan tanpa alasan hukum yang memadai.
“Nah, menurut kami tambahan ayat 3 dalam ayat 2 ini untuk menjamin bahwa tindakan dari penyidik khususnya dalam proses penyidikan seperti penggeledahan, penyitaan atau upaya paksa berupa penjemputan yang kerap kali tidak sesuai dengan jam kerja yang seperti disampaikan oleh kepolisian itu harus mempertimbangkan juga prinsip-prinsip perlindungan saksi dan korban, sejalan seperti yang...