Banyak Diterapkan di Negara Maju, Skema Co-Payment Asuransi Ideal di Indonesia?

2 minggu yang lalu 9
ARTICLE AD BOX
 Suphaksorn Thongwongboot/ShutterstockIlustrasi asuransi. Foto: Suphaksorn Thongwongboot/Shutterstock

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan baru yang membuat peserta asuransi harus membayar biaya perawatan saat berobat. Skema ini disebut dengan co-payment atau pembagian risiko.

Aturan baru ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 7/SEOJK.05/2025. Dalam beleid tersebut, peserta wajib menanggung minimal 10 persen dari total klaim, sekalipun nilai pengobatan sepenuhnya tercantum dalam polis.

Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2026. Skema co-payment wajib untuk semua produk asuransi kesehatan, baik konvensional maupun syariah, yang menggunakan skema ganti rugi (indemnity) maupun pelayanan kesehatan terkelola (managed care).

Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim, mengatakan skema co-payment sudah diadaptasi oleh banyak negara maju, baik itu di Uni Eropa hingga Australia.

"Banyak negara Eropa lainnya, seperti Austria, Prancis, dan Belanda, juga memiliki sistem co-payment, seperti Swiss, Jerman, Prancis, Belanda dan lain-lain. Co-payment juga diberlakukan di Australia dan New Zealand," ungkapnya kepada kumparan, Senin (9/6).

Menurut Abitani, skema tersebut ideal diberlakukan di Indonesia, karena pada dasarnya sudah pernah diterapkan dalam asuransi kesehatan korporasi untuk para karyawannya.

"Saya rasa ideal, karena sebenarnya sudah biasa diterapkan pada asuransi kesehatan kumpulan bagi perusahaan untuk para karyawannya. Hal ini hanya baru diterapkan pada asuransi kesehatan individu di Indonesia," jelasnya.

Dia menjelaskan, skema co-payment bertujuan untuk mengurangi moral hazard, baik bagi pasien maupun penyedia pelayan...

Baca Selengkapnya