Wamendagri Kaji Putusan MK Soal Pemilu: Kalau Gonta-ganti, Tak Ada Sistem Ajeg

2 jam yang lalu 1
ARTICLE AD BOX
 Denita BR Matondang/kumparanWamendagri Bima Arya Sugiarto di Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, memastikan pemerintah masih melakukan kajian atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan Pemilu nasional dan Pemilu lokal. Salah satu poin yang dikaji yakni mengenai rezim Pemilu.

"Karena ada perbedaan pendapat tentang rezim Pemilu. MK menganggap bahwa Pilkada dan Pemilu itu satu rezim," kata Bima di Bali pada Sabtu (5/7).

"Tetapi sementara kalangan juga banyak berpendapat sebaliknya bahwa Undang-Undang 45 itu memisahkan antara rezim Pilkada dan rezim Pemilu," lanjut dia.

Bima juga mengungkapkan bahwa pemerintah kini sedang merevisi UU Pemilu. Diharapkan, revisi Pemilu yang dilakukan pemerintah ataupun putusan MK tetap selaras dengan UUD 1945. Selain itu, diharapkan pula, Indonesia mempunyai sistem Pemilu yang ajeg dan tak bergonta-ganti lagi.

"Kita melihatnya bahwa kita itu perlu sistem Pemilu yang melembaga dan berkelanjutan. Bisa dibayangkan kalau bergonta-ganti setiap Pemilu maka kita tidak akan memiliki sistem yang ajeg. Jadi kerangka berpikirnya begitu," kata Bima.
 ShutterstockIlustrasi tinta di jari usai ikut Pemilu 2024. Foto: Shutterstock

Sebelumnya diberitakan, MK mengeluarkan putusan memisahkan Pemilu nasional dengan lokal. Klaster Pemilu nasional yakni Pileg DPR, DPD dan Pilpres, sedangkan klaster Pemilu lokal yakni Pileg DPRD provinsi, kabupaten atau kota, dan Pilkada.

Pemilu lokal dijalankan paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak Pemilu nasional.

Baca Selengkapnya