ARTICLE AD BOX

Di perempatan Condongcatur, Sleman —salah satu perempatan paling sibuk di Jogja, sejumlah pemuda berdiri di pinggir jalan sambil membawa plastik besar berisi kerupuk. Mereka menyusuri trotoar dan menawarkan dagangan kepada pengendara yang berhenti saat lampu berwarna merah, atau saat terjebak macet.
Plastik pembungkus kerupuk itu tetap bening, meski diterpa debu jalanan dan asap kendaraan bermotor.
Salah satu dari mereka, Hendra Kirana (25), mengungkapkan mengapa plastik-plastik itu tetap bersih dan bening.
“Diganti dua hari sekali. Kalau kotor, langsung diganti. Enggak enak dilihat pembeli kalau warnanya burem. Yang lama langsung dibuang, dibakar,” kata Hendra saat ditemui Pandangan Jogja di perempatan Condongcatur, Sleman, Rabu (11/6).
Bagi Hendra, plastik yang bening bukan sekadar tampilan. Itu adalah bagian dari merebut kepercayaan calon pembeli. Plastik yang bening seperti harga diri, mertabat yang mereka pertaruhkan di depan pembeli.
“Pembelinya orang-orang bersih. Kalau kelihatan kotor, nanti enggak dibeli. Memang dijaga betul, jangan sampai kotor, kalau hujan mending enggak jualan,” tambahnya.
Datang dari Palembang, Jualan Kerupuk Sejak 2013
Hendra menyebut, ia dan rekan-rekannya berasal dari Palembang, Sumatra Selatan. Mereka datang memang untuk berjualan kerupuk tenggiri khas kampung halamannya.
“Kalau asalnya orang Palembang semua. Asli orang Palembang. Tapi lain-lain kecamatan aja,” ujarnya.