ARTICLE AD BOX

Para pengusaha mebel yang tergabung dalam Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menyebut sejumlah persoalan domestik dan global masih membebani industri. Mulai dari tarif impor, biaya logistik, hingga daya saing dengan negara lain.
Ketua Umum Himki, Abdul Sobur, mengatakan ekspor industri mebel dan kerajinan Indonesia senilai USD 3,5 miliar selama 2024, mulai tumbuh tipis 2,81 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, nilai ekspor tersebut masih jauh dibandingkan Vietnam yang mencapai USD 17 miliar.
"Regulasi, biaya logistik, dan tarif yang tinggi memang hambatan nyata. Namun yang lebih mendasar adalah mentalitas internal industri kita sendiri," ujar Abdul dalam keterangannya, Minggu (24/8).
Dia menjelaskan, saat ini banyak produsen yang hanya menyalin katalog luar negeri atau meniru sesama pengusaha. Akibatnya, produk mebel tidak punya identitas, sehingga menurutnya konsumen luar negeri hanya melihat Indonesia sebagai pabrik dengan harga murah, bukan pusat kreativitas.
"Kedua, kita sendiri yang membuka ruang bagi buyer untuk menekan harga. Saling menjatuhkan dengan banting harga membuat industri hanya hidup dari margin tipis, pekerja tetap bergaji rendah, dan investasi jangka panjang diabaikan," kata dia.
Selanjutnya, industri mebel Indonesia dinilai masih terjebak kuantitas, bukan kualitas. Ukuran sukses masih sebatas berapa kontainer keluar dari pe...