Pengamat Sebut Skema Co-payment Asuransi Kesehatan Perlu Penurunan Premi

2 minggu yang lalu 9
ARTICLE AD BOX
 Inna Dodor/ShutterstockIlustrasi asuransi. Foto: Inna Dodor/Shutterstock

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, buka suara soal skema co-payment dalam asuransi kesehatan yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025.

Penerapan skema co-payment adalah pembagian risiko pembiayaan layanan kesehatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Melalui skema ini, Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim rawat jalan maupun rawat inap.

Co-payment yang ditetapkan sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk klaim rawat jalan dan Rp 3 juta untuk klaim rawat inap.

Objek pengaturan dalam SEOJK 7/2025 tidak berlaku untuk skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan ditujukan hanya untuk produk asuransi kesehatan komersial.

Irvan mengatakan, penerapan co-payment tidak akan merugikan masyarakat. Hal ini karena ketentuan ini akan mengarah pada penurunan premi, karena selama ini banyak klaim yang berlebihan atau over-utilitas.

"Tidak merugikan sepanjang perusahaan asuransi menunjukkan komitmen pelayanan klaim yang lebih baik dan upaya penurunan premi sebagai kompensasi atas berlakunya tanggungan sendiri atau co-payment,” kata Irvan dalam keterangannya, Rabu (11/6).

Dia melanjutkan, skema co-payment ini bisa membantu meminimalisasi potensi penyalahgunaan atau fraud saat pengajuan klaim. Ia bilang, potensi moral hazard dan fraud yang bisa be...

Baca Selengkapnya