ARTICLE AD BOX

Saat ini, punya Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi bukan lagi hal yang luar biasa. Angka tiga koma sekian kini menjadi pemandangan umum di transkrip nilai, bahkan seolah jadi “standar minimal” yang diharapkan. Jika dibandingkan dengan mahasiswa era 1990-an, tren ini menunjukkan pergeseran yang cukup kentara.
Di Universitas Gadjah Mada (UGM), rata-rata IPK pada 2024 ada di angka 3,59. Sementara di Universitas Padjadjaran (Unpad), rata-rata IPK di periode yang sama mencapai 3,67. Adapun rata-rata IPK nasional pada 2023 ada di angka 3,39.
Dulu, IPK dua koma sekian saja sudah bisa membuat orang tua bangga dan mahasiswa merasa berhasil. Kini, angka serupa justru kerap dianggap pas-pasan, bahkan dianggap kurang layak untuk bersaing di dunia kerja.
Lantas, apa yang sebenarnya berubah? kemampuan mahasiswa atau standar penilaian kampus?
Cerita Tobas IPK Era 90-an Cuma Dua Koma Sekian
Dosen filsafat Universitas Indonesia (UI), Taufik Basari, punya cerita menarik tentang mekanisme penilaian di kampusnya. Jauh sebelum menjadi dosen, dirinya juga adalah mahasiswa yang kuliah di era 90-an. Ia pertama kali menempuh studi di Fakultas Hukum UI pada 1995, lalu kembali mengambil S1 filsafat pada 1999 di kampus yang sama.

Taufik Basari, atau akrab disapa Tobas, mengatakan ...