Jangan Lagi Telat Mikir: Pelajaran dari Era Internet untuk Regulasi AI Indonesia

3 jam yang lalu 2
ARTICLE AD BOX
 Shutterstock
Ilustrasi artificial intelligence. Foto: Shutterstock

Kabar tentang rencana pemerintah yang akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Peta Jalan Kecerdasan Buatan (AI) di Indonesia adalah berita penting. Ini adalah langkah maju yang menunjukkan adanya kesadaran pemerintah akan urgensi regulasi AI. Namun, sebagai pelaku industri yang telah berkecimpung di dunia internet sejak tahun 1995, kabar ini juga memicu kembali kekhawatiran lama. Apakah kita akan kembali terjebak dalam lingkaran "telat mikir" yang pernah menghambat laju inovasi di masa lalu?

Saya menyaksikan langsung bagaimana inovasi dapat dihadapkan pada tembok regulasi yang kaku. Pengalaman pahit di awal milenium baru, ketika layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) yang sejatinya merupakan kemampuan inheren dari teknologi internet justru dibatasi bahkan dilarang bagi Penyelenggara Jasa Internet (PJI), adalah sebuah cermin buram. Padahal, VoIP berpotensi merevolusi komunikasi dan menurunkan biaya bagi masyarakat.

Ironisnya, dasar hukum yang digunakan saat itu, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, tak sedikit pun menyebut kata "internet". Pemerintah kala itu, karena ketiadaan payung hukum yang jelas dan pemahaman yang kurang memadai tentang teknologi yang berkembang, mengambil langkah yang justru mematikan inisiatif inovatif. Akibatnya fatal: masyarakat tetap harus membayar mahal untuk layanan suara, sementara peluang industri untuk berkembang lebih pesat terhambat.

Regulasi spesifik tentang internet baru muncul pada tahun 2001 melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001, yang itupun lebih cenderung mengatur infrastruktur. Sementara itu, payung hukum yang mencakup ranah aktivitas daring, mulai dari transaksi elektronik hingga potensi penyalahgunaan informasi, baru dapat ...

Baca Selengkapnya