ARTICLE AD BOX

Sapu lidi menjadi sarana warga di Kabupaten Lebak, Banten, untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya. Para perajin sapu lidi di kawasan tersebut bisa memenuhi permintaan pasar di sekitar wilayah Lebak, termasuk ke DKI Jakarta.
"Kita bisa memasok permintaan produksi sapu lidi ke pasar itu sebanyak 6.000 ikat per pekan," kata Toto (55) seorang perajin warga Desa Rangkasbitung Timur Kabupaten Lebak, dikutip dari Antara, Minggu (13/7).
Para perajin sapu lidi itu mendapatkan bahan baku dari limbah pelapah kelapa sawit yang berusia tua dan telah dipotong oleh petugas perkebunan. Kemudian, produksi dilakukan perajin, yang sebagian besar merupakan kaum ibu-ibu, di bale-bale rumah.
“Kami selain produksi sapu lidi juga menampung dari 200 perajin lainnya di tiga desa di Rangkasbitung dengan harga Rp2.000 per ikat," ujar Toto.
Menurutnya, perajin sapu lidi itu hampir di semua rumah-rumah warga yang lokasinya berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit tersebut. Produksi sapu lidi itu banyak pengepul atau tengkulak untuk memenuhi permintaan pasar ke luar daerah, seperti Serang, Cilegon, Tangerang, Bogor dan Jakarta.
Selama ini, kata Toto, kehidupan ekonomi perajin sapu lidi relatif baik dibandingkan buruh tani. Sekarang pendapatan produksi sapu lidi rata-rata Rp 2 juta per bulan atau 1.000 ikat sapu dengan harga Rp 2.000 per ikat.
Saepul (45), seorang perajin warga Rangkasbitung mengaku mampu memproduksi sapu lidi hingga 1.000 ikat per bulan dan dijual ke penampung Rp 2.000 per ikat. Sehingga menghasilkan pendapatan uang Rp 2 juta setiap bulannya. Pendapatan itu cukup dan bisa digunakan Saepul untuk membiayai pendidikan dua anaknya ke SMA.
<...